PERISTIWA 

Satupena Bertransformasi Menjadi Alinea

JAKARTA (litera) — Perkumpulan penulis Indonesia Satupena, Sabtu (22/1) secara resmi bertransformasi menjadi Perkumpulan Penulis Indonesia ALINEA. Transformasi itu ditandai dengan pemotongan tumpeng kuning dan penyerahan bubur merah putih dari Yogyakarta dan Malang kepada Presidium Alinea.

Acara tersebut dilaksanakan berbarengan dengan agenda Refleksi Dari Satupena Menuju Alinea, yang dihelat khusus menyambut tahun baru 2022 secara daring. Transformasi dari Satupena menuju Alinea dihadiri oleh lima orang presidium, pengurus, serta puluhan anggota dari berbagai kota di Indonesia.

Refleksi juga diisi dengan orasi budaya oleh penyair Warih Wisatsana, pembacaan puisi oleh Made Purnamasari, musikalisasi puisi oleh Reda Gaudiamo. Selain itu, tiga orang anggota Alinea, yakni Pinto Anugerah (Pekanbaru), Ita Siregar (Balige), dan Neni Muhadin (Palu).

Koordinator Presidium Alinea S Margana mengatakan persatuan penulis sebelumnya, tidak cukup lagi menampung energi kreatif yang semakin hari semakin membesar. “Oleh sebab itu, kami membutuhkan wadah yang lebih besar. Sebagai orang kreatif, kami ingin selalu melahirkan alinea baru. Oleh sebab itulah kami memilih nama Alinea, tanda bahwa kami selalu ingin ide-ide yang segar,” katanya.

Segenap presidium dan anggota Alinea menghimpun energi untuk   berkomitmen penuh dalam upaya merawat dan memupuk semangat dari apa yang sudah dilaksanakan sejak satu semester atau tepatnya pada RLBA (Rapat Luar Biasa Anggota) Agustus 2021 lalu. RLBA, menurut Margana, tak lain adalah proses menuju kelahiran wadah baru baru para penulis.

“Ini ibarat metamorfosa. Para penulis yang tadinya berada dalam wadah lain, dan kemudian menganggap wadah itu tidak lagi mampu menampung aspirasi dan ekspresi dunia kepenulisan yang terus berkembang, maka kami memutuskan membentuk Alinea,” kata Dewan Presidium Mardiyah Chamim. Mardiyah sebenarnya menjadi salah satu pendiri Satupena bersama Hikmat Darmawan, Imelda Akmal dan Sekar Chamdi.

 

Refleksi penulis

Dipandu oleh Deasy Tirayoh, acara refleksi mengurai tentang ingatan bagaimana perjalanan sebuah organisasi penulis dibuat sejak mulanya, yakni sebagai  wadah untuk menciptakan ekosistem yang sehat.

Presidium Alinea yang terdiri dari Mardiyah Chamim, Putu Fajar Arcana, S. Margana, Imelda Akmal, dan Geger Riyanto secara bergantian memaparkan sejumlah program, di antaranya konsolidasi dan penyusunan rencana strategis 5 tahun ke depan dalam upaya peningkatan kesejahteraan penulis, peningkatan kapasitas, penguatan profesi dan melindungi hak atas karya serta kemerdekaan menulis.

Warih Wisatsana dalam kesempatan menyampaikan orasi menuturkan, “Perjalanan Satupena menuju Alinea diibaratkan sebagai sebuah peristiwa moksa, di mana kita terlepas dari konsep lama menuju bentukan yang baru.”. Dalam paparan tersebut, ia juga tak lupa mengingatkan bahwasanya Alinea merupakan rumah sejati yang menampung spirit penulis untuk menyuarakan makna hidup bagi sebanyak-banyaknya orang secara luas tanpa sekat.

“Alinea tak sekadar rumah bersama bagi para penulis, tetapi bertanggung membangun ekosistem dunia kepenulisan yang lebih sehat dan bermatabat. Bahkan lebih jauh lewat tulisan kita harus membangun masyarakat yang lebih baik,” kata Warih.

Pada kesempatan itu, penulis Pinto Anugrah, Ita Siregar, dan Neni Muhidin yang menjadi representasi penulis dari beragam wilayah di Indonesia juga mengutarakan rasa percaya diri akan potensi Alinea yang semakin solid membangun kekuatan untuk saling berjejaring. Semua berharap Alinea menjadi wadah bagi penulis dapat merefleksikan seluruh peristiwa dan pembelajaran guna bergerak maju melahirkan gagasan yang lebih baik.  “Semua untuk dunia tulis-menulis yang lebih baik,” kata Neni Muhidin. @ rls

 

 

 

Related posts

Leave a Comment

thirteen + 10 =